slm shbt2, isu lelaki kahwin lebih daripada satu atau istilahnya poligami adalah perkara yang kadang-kadang dipertikai dan diseleweng oleh golongan-golongan yang jahil agama, contohnya Sister in Islam, golongan-golongan sekularisme, pluralisme dan liberlisme...malah mereka menyatakan jika agama membenarkan poligami di kalangan lelaki, mengapa wanita juga tidak dibolehkan kahwin lebih dari satu suami dalam satu2 masa atau disebut poliandri...
Poliandri adalah istilah yang digunakan untuk membenarkan seorang isteri bersuami lebih daripada satu dalam satu masa..Ramai orang termasuk orang Islam sendiri mempersoalkan kewajaran lelaki mempunyai pasangan melebihi satu sedangkan "hak" yang sama dinafikan kepada kaum wanita. Sebelum itu, benarkan saya terlebih dahulu menegaskan bahwa asas masyarakat Islam adalah keadilan dan ketaksamaan. Allah mencipta lelaki dan perempuan sebagai sama, tetapi keupayaan dan tanggungjawab berlainan. Lelaki dan wanita berbeza, secara fisiologi dan psikologi. Peranan dan tanggungjawab mereka berbeza. Di dalam Islam, lelaki dan wanita adalah sama tetapi tidak serupa
Berikut disenaraikan dalil Islam melarang poliandri:
1.Dalil Al-Qur`an, adalah firman Allah SWT :
"dan (diharamkan juga kamu mengahwini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki." ( An-Nisaa` [4] : 24)
Ayat di atas yang berbunyi "wal muhshanaat min al-nisaa` illa maa malakat aymaanukum" menunjukkan bahawa salah satu kategori wanita yang haram dinikahi oleh lelaki, adalah wanita yang sudah bersuami, yang dalam ayat di atas disebut al-muhshanaat.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berkata dalam an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam (Beirut : Darul Ummah, 2003) hal. 119 : "Diharamkan menikahi wanita-wanita yang bersuami. Allah menamakan mereka dengan al-muhshanaat karena mereka menjaga [ahshana] farji-farji (kemaluan) mereka dengan menikah."
Pendapat tersebut seiring dengan pendapat Imam Syafi’i yang menyatakan bahawa kata muhshanaat yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah bermakna wanita merdeka (al-haraa`ir), tetapi wanita yang bersuami (dzawaatul azwaaj) (Al-Umm, Juz V/134).
2.Imam Syafi’i menafsirkan ayat di atas lebih jauh dengan mengatakan :
"Wanita-wanita yang bersuami –baik wanita merdeka atau budak— diharamkan atas selain suami-suami mereka, hingga suami-suami mereka berpisah dengan mereka kerana kematian, cerai, atau fasakh nikah, kecuali as-sabaayaa (iaitu budak-budak perempuan yang dimiliki kerana perang, yang suaminya tidak ikut tertawan bersamanya)… (bi-anna dzawaat al-azwaaj min al-ahraar wa al-imaa` muharramaatun ‘ala ghairi azwaajihinna hatta yufaariquhunna azwajuhunna bi-mautin aw furqati thalaaqin, aw faskhi nikahin illa as-sabaayaa…) (Imam Syafi’i, Ahkamul Qur`an, Beirut : Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1985, Juz I/184).
Jelaslah bahwa wanita yang bersuami, haram dinikahi oleh laki-laki lain. Dengan kata lain, ayat di atas merupakan dalil al-Qur`an atas haramnya poliandri.
Adapun dalil As-Sunnah, bahwa Nabi SAW telah bersabda :
"Siapa saja wanita yang dinikahkan oleh dua orang wali, maka [pernikahan yang sah] wanita itu adalah bagi [wali] yang pertama dari keduanya." (ayyumaa `mra`atin zawwajahaa waliyaani fa-hiya lil al-awwali minhumaa) (HR Ahmad, dan dinilai hasan oleh Tarmizi) (Imam Asy-Syaukani, Nailul Authar, hadits no. 2185; Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, Juz III/123).
Hadith di atas secara manthuq (tersurat) menunjukkan bahwa jika dua orang wali menikahkan seorang wanita dengan dua orang laki-laki secara berurutan, maka yang dianggap sah adalah akad nikah yang dilakukan oleh wali yang pertama (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, Juz III/123).
Berdasarkan dalalatul iqtidha`1), hadith tersebut juga menunjukkan bahwa tidaklah sah pernikahan seorang wanita kecuali dengan satu orang suami saja.
Makna (dalalah) ini –yakni tidak sahnya pernikahan seorang wanita kecuali dengan satu suami saja – merupakan makna yang dituntut (iqtidha`) dari manthuq hadits, agar makna manthuq itu benar secara syara’. Maka kami katakan bahwa dalalatul iqtidha` hadits di atas menunjukkan haramnya poliandri.wallahua'lam..-sumber dari Dr Zakir Abdul Karim Naik
0 comments